Berikut ini puisi Diponegoro karya Chairil Anwar. Puisi Diponegoro adalah salah satu karya sastra Chairil Anwar, lahir tahun 1922 dan dikenal sebagai pujangga Angkatan 45. Puisi ini ditulis pada Februari 1943 dan dimuat dalam kumpulan karya beliau. Tema utamanya adalah semangat perjuangan, keberanian, dan nasionalisme yang diambil dari figur Pangeran Diponegoro, pahlawan besar yang memimpin perlawanan rakyat melawan penjajahan Belanda pada abad ke-19.
Unsur utama puisi ini mencerminkan semangat juang yang kuat dan ajakan untuk bertindak. Kata-kata seperti “Maju”, “Serbu”, “Serang”, “Terjang” menunjukkan aksi langsung dan keberanian menghadapi rintangan demi membela tanah air.
Puisi Diponegoro Karya Chairil Anwar
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
Februari, 1943
Tema dan Pesan Puisi
1. Semangat Perjuangan dan Nasionalisme
Puisi ini menggambarkan Diponegoro sebagai simbol perlawanan terhadap penjajah dan contoh keberanian tiada kompromi dalam menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar. Barisan yang digambarkan bersatu dan tak gentar mencerminkan nilai solidaritas dan tekad untuk meraih kemerdekaan.
2. Keberanian untuk Menghadapi Risiko
Ungkapan seperti “Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali” menunjukkan keberanian yang melampaui rasa takut, sekaligus menggambarkan bahwa perjuangan sering kali penuh tantangan besar. Ini memberi pesan bahwa keberanian sejati adalah ketika tetap berjuang meski peluang terlihat sulit.
3. Nilai Moral & Eksistensial
Dalam garis akhir puisi, terdapat refleksi bahwa makna hidup dan perjuangan baru tercapai jika seseorang berani merasai segala risiko termasuk kematian (“Sekali berarti, Sudah itu mati”). Ini sejalan dengan gagasan eksistensial bahwa tindakan yang bermakna sering kali memerlukan pengorbanan total.
4. Gaya Bahasa dan Estetika
Chairil Anwar menggunakan diksi kuat dan majas yang ekspresif, termasuk metafora dan repetisi, untuk memperkuat pesan semangat dan gerakan. Pilihan kata-kata lugas, berulang, serta kuat secara ritmis menciptakan suasana dinamis dan agresif, sesuai dengan tema kepahlawanan dan perjuangan.
Kesimpulan
Itulah puisi Diponegoro karya Chairil Anwar. Puisi Diponegoro bukan sekadar puisi biografi sejarah, tetapi juga karya yang menghidupkan semangat nasionalisme, keberanian dan tindakan nyata. Lewat figur Diponegoro, Chairil Anwar mengajak pembaca untuk menyadari bahwa perjuangan untuk kebebasan menuntut tekad kuat dan kesiapan menghadapi segala konsekuensi, sebuah pesan yang relevan dalam konteks sejarah maupun kontemporer.
.jpeg)

